Selasa, 07 Juni 2016

Hukum Pasar Modal


Pengertian
Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.
Pasar Modal bertindak sebagai penghubung. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.
Berlangsungnya fungsi pasar modal (Bruce Lliyd, 1976), adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan "kriteria pasarnya" secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.
Tujuan Pasar Modal
Tujuan Pasar Modal adalah mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapataan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiayaan pembangunan nasional.
Sejarah Hukum Pasar Modal
Sejarah hukum Pasar Modal di Indonesia memang tak lepas dari sejarah pasar modal secara universal. Dari keseluruhan proses perkembangan pasar modal, maka dengan menggunakan faset yuridis sebagai acuan, sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia ini dapat kita kategorikan ke dalam 6 tahapan sebagai berikut:
1) Era Permulaan (1867 - 1912)
Sebelum tahun 1878, belum ada tanda-tanda dan catatan-catatan tentang telah adanya kegiatan-kegiatan di bidang bisnis pasar modal di Indonesia ini.

Dengan terbentuknya perusahaan Dunlop & Koff pada tahun 1878 (kemudian menjadi PT Perdanas), yakni yang merupakan perusahaan yang mempunyai kegiatan sebagai pedagang perantara di bidang perekonomian komoditi dan sekuritas, maka hal ini merupakan tonggak sejarah mengenai lahirnya kegiatan di bidang pasar modal sekaligus merupakan era permulaan dari sejarah hukum mengenai pasar modal itu.
2) Era Institusionalisasi Konvensional (1912 - 1952)
Pada era ini ditandai dengan pembentukan institusi terpenting di bidang pasar modal, yaitu dengan terbentuknya Bursa Efek di Indonesia. Dengan membentuk Bursa Efek ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil contoh dari Bursa Efek yang ada di negeri Belanda waktu itu.

Tujuan pembentukan Bursa Efek di Indonesia waktu itu adalah untuk mendorong perekonomian dan menjaring dana-dana yang ada terutama untuk pembangunan di bidang perkebunan yang pada waktu itu memang sedang dilakukan secara besar-besaran.

Maka pada tanggal 14 Desember 1912, dibentuk dan mulai beroperasilah Bursa Efek Pertama di Indonesia, yaitu Bursa Efek Batavia yang beranggotakan 13 makelar sebagai anggota bursa, yaitu sebagai berikut:
1.     Firma Dunlop & Kolf
2.     Firma Gijselman & Steup
3.     Firma Monod & Co
4.     Firma Andree Witansi & Co
5.     Firma A.W. Deeleman
6.     Firma H. Jul Joostensz
7.     Firma Jeanette Walen
8.     Firma Wiekert & Geerlings
9.     Firma Welbrink & Co
10. Firma Wieckert & Co
11. Firma Vermeys & Co
12. Firma Cruyff & co
13. Firma Gebroeders Dull.

Pada waktu itu, sekuritas yang diperjualbelikan adalah:
  • Saham yang diterbitkan oleh perusahaan perkebunan Belanda.
  • Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan perkebunan Belanda.
  • Obligasi Pemerintah Hindia Belanda (Oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kotapraja).
  • Sertifikat saham dan efek-efek perusahaan di negeri Belanda.
Setelah berdirinya Bursa Efek Batavia (Jakarta), maka di Era Institusionalisasi Konvensional ini pula terbentuklah Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925, dan diikuti dengan terbentuknya Bursa Efek Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.

Akan tetapi, perdagangan efek di Era Institusionalisasi Konvensional tersebut tidak bisa bertahan lama dengan baik berhubung munculnya masa Resesi Dunia di tahun 1929, yang diikuti dengan Perang Dunia I dan II sampai dengan masuknya Jepang dan dimulainya pergerakan kemerdekaan. Bahkan, Bursa Efek Jakarta resmi ditutup pada tanggal 10 Mei 1940, sedangkan Bursa Efek Surabaya dan Semarang sudah lebih dahulu ditutup.
3) Era Kebangkitan Kembali (1952 - 1976) 

  Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia, perdagangan sekuritas mulai giat kembali dilakukan tetapi berlangsung secara tidak terkontrol dan tanpa suatu Bursa Efek sama sekali. Menyadari akan perlunya suatu bursa efek yang tertib, dan juga karena pemerintah Republik Indonesia telah mulai menerbitkan obligasi, di mana obligasi pemerintah RI pertama diterbitkan pada tahun 1950.

Maka pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1951 pada tanggal 1 September 1952, yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 15 Tahun 1952, yang mengatur tentang Bursa Efek.

Selanjutnya, pada tanggal 3 Juni 1952 Bursa Efek Jakarta pun dibuka kembali. Pelaksanaan bursa kala itu dilakukan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) yang beranggotakan beberapa bank negara dan para pialang efek.

Pada waktu itu, objek yang diperdagangkan adalah Obligasi Pemerintah RI, seperti obligasi RI tahun 1950, Obligasi Pemerintah Hindia Belanda, dan Obligasi dan Efek dari perusahaan yang umumnya merupakan perusahaan Belanda.

Tetapi kemudian dengan adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dengan keluarnya Undang-undang Nomor 86 Tahun 1956, sengketa Irian Barat dengan Belanda, dan pembangunan ekonomi nasional yang tidak mendukung, maka perkembangan Bursa Efek pada era ini juga masih hidup segan mati tak mau sehingga tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Pelaku
Para pemain utama yang terlibat di pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi antara pemain utama sebagai berikut:
1.     Emiten
Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten).

2.     Investor
Pemodal yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi (disebut investor). Sebelum membeli surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian dan analisis tertentu.

3.     Lembaga Penunjang
Fungsi lembaga penunjang antara lain turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal.

4.     Penjamin emisi (underwriter).
Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.

5.     Perantara perdagangan efek (broker/ pialang)
Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli (investor).
  
6.     Perdagangan efek (dealer)
Berfungsi sebagai:
·         Pedagang dalam jual beli efek
·         Sebagai perantara dalam jual beli efek

 7.     Penanggung (guarantor)
Lembaga penengah antara pemberi kepercayaan dengan penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya.

 8.     Wali amanat (trustee)
  Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari si pemberi amanat (investor). 

 9.    Perusahaan surat berharga (securities company)
            Mengkhususkan diri dalam perdagangan surat berharga yang tercatat di bursa
        efek. 

10.  Perusahaan pengelola dana (investment company)
  Mengelola surat-surat berharga yang akan menguntungkan sesuai dengan keinginan investor, terdiri dari 2 unit yaitu sebagai pengelola dana dan penyimpan dana.
11.  Kantor administrasi efek.
  Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka memperlancar administrasinya.

Fungsi
Secara umum, fungsi pasar modal adalah sebagai berikut:
  • Sebagai sarana penambah modal bagi usaha
Perusahaan dapat memperoleh dana dengan cara menjual saham ke pasar modal. Saham-saham ini akan dibeli oleh masyarakat umum, perusahaan-perusahaan lain, lembaga, atau oleh pemerintah.
  • Sebagai sarana pemerataan pendapatan
Setelah jangka waktu tertentu, saham-saham yang telah dibeli akan memberikan deviden (bagian dari keuntungan perusahaan) kepada para pembelinya (pemiliknya). Oleh karena itu, penjualan saham melalui pasar modal dapat dianggap sebagai sarana pemerataan pendapatan.
  • Sebagai sarana peningkatan kapasitas produksi
Dengan adanya tambahan modal yang diperoleh dari pasar modal, maka produktivitas perusahaan akan meningkat.
  • Sebagai sarana penciptaan tenaga kerja
Keberadaan pasar modal dapat mendorong muncul dan berkembangnya industri lain yang berdampak pada terciptanya lapangan kerja baru.
  • Sebagai sarana peningkatan pendapatan negara
Setiap deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham akan dikenakan pajak oleh pemerintah. Adanya tambahan pemasukan melalui pajak ini akan meningkatkan pendapatan negara.
  • Sebagai indikator perekonomian negara
Aktivitas dan volume penjualan/pembelian di pasar modal yang semakin meningkat (padat) memberi indikasi bahwa aktivitas bisnis berbagai perusahaan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya.
Manfaat
Bagi emiten
Bagi emiten, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:
1.     jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar
2.     dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai
3.     tidak ada convenant sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan
4.     solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan
5.     ketergantungan emiten terhadap bank menjadi lebih kecil
Bagi investor
Sementara, bagi investor, pasar modal memiliki beberapa manfaat, antara lain:
1. nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai kapital gain
2.   memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga yang mengambang bagi pemenang obligasi
3.   dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi risiko
Lembaga dan Struktur Pasar Modal Indonesia
Pasar Modal di Indonesia terdiri atas lembaga-lembaga sebagai berikut:
  • Otoritas Jasa Keuangan, didirikan di tahun 2011 untuk menggantikan fungsi Badan Pengawas Pasar Modal sebagai pengawas seluruh aktivitas yang terjadi di pasar modal
  • Bursa efek, saat ini ada dua: Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya namun sejak akhir 2007 Bursa Efek Surabaya melebur ke Bursa Efek Jakarta sehingga menjadi Bursa Efek Indonesia
  • Perusahaan efek
  • Lembaga Kliring dan Penjaminan, saat ini dilakukan oleh PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia (PT. KPEI)
  • Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, saat ini dilakukan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT. KSEI)
Dasar Hukum
1.  UU Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal.
2.  Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang Penyelenggaraan Kegiatan dibidang Pasar Modal.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995, tentang Tata Cara Pemeriksaan dibidang Pasar Modal.
4.Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/1995, tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990 Pasar Modal, dll.

Larangan dalam Pasar Modal
a.     Penipuan dan manipulasi dalam kegiatan perdagangan efek
b.     Perdagangan orang dalam(insider trading)
c.      Larangan bagi orang dalam
d.     Larangan bagi pihak yang dipersamakan dengan orang dalam
e.      Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam.

Sanksi terhadap larangan
a       a.  Sanksi Administrasi
         b.  Sanksi Pidana

Contoh Kasus
KASUS BAKRIE DAN SUMALINDO DI PASAR MODAL AKIBAT KETIADAAN TRANSPARANSI

          Masih banyak emiten dan perusahaan publik di Indonesia yang belum memenuhi standar tata kelola dan pengembangan kebijakan dan peningkatan praktik Good Corporate Governance seperti diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

          Salah satu indikasinya, banyak konflik bermunculan di antara para pemegang saham, dan kasus pelanggaran hukum yang menimpa emiten dan perusahaan publik. Kisruh yang terjadi pada BUMI-Bakrie dan sengketa berkepanjangan di PT Sumalindo Lestari Jaya adalah salah satu contohnya.

Demikian rangkuman diskusi bertajuk "Menyoal Transparansi dan Akuntabilitas Publik pada Perusahaan Publik" yang diadakan Lembaga Kajian Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat (LKEPM) di Hotel Ambara, Jakarta Selatan, Senin (17/12).

          Berbeda dengan kasus BUMI Plc, yang melibatkan sengketa antar pemegang saham besar (Bakrie, Samin Tan dan Rothschild). Kasus PT Sumalindo Lestari Jaya adalah contoh perseteruan antara pemegang saham mayoritas (Sampoerna dan Sunarko) dengan pemegang saham minoritas (Deddy Hartawan Jamin). Dalam laporan tahunan Sumalindo pada 2012, mereka menguasai lebih dari 840 ribu hektar hutan alam dan 73 ribu hektar hutan tanaman industri (HTI).

          Sumalindo menguasai lebih dari 30 persen pasar Indonesia. Bahkan di tingkat dunia, ia termasuk lima besar produsen kayu. Namun begitu, sudah lima tahun belakangan Sumalindo tak pernah membukukan keuntungan. Malahan harga saham perusahaan raksasa tersebut, yang pada 2007 senilai Rp 4.800, pada 2012 terjun bebas di kisaran Rp 100.

          Karena berbagai langkah untuk mencari kejelasan selalu kandas, Deddy Hartawan Jamin, selaku Pemegang Saham Minoritas pun mengajukan permohonan untuk mengecek pembukuan rugi-laba perusahaan. Deddy sejatinya memiliki hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap kinerja dan pembukuan perusahaan.

          Kenyataan bahwa selalu kalah dalam voting, Deddy pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ada dua hal yang dituntutnya, yakni audit terhadap pembukuan perusahaan dan bidang industri kehutanan. Hasilnya, pada 9 Mei 2011 majelis hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut.

          Atas putusan pengadilan negeri itu pun, pihak manajemen Sumalindo mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun pada 12 September 2012, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Sumalindo. Namun, hingga kini keputusan dari MA tersebut, belum diketik dan akses terhadap pembukuan itu belum juga diberikan.

          Konflik dan perseteruan antar pemegang saham bisa juga diartikan sebagai lemahnya sistem hukum yang mengatur tentang emiten dan perusahaan publik tersebut.

          Menyikapi kasus-kasus di atas, Dosen Ekonomi Universitas Indonesia, Ratna Wardhani, menegaskan, perusahaan sudah seharusnya menyajikan informasi transparan yang mudah diakses. Kebijakan perusahaan seharusnya tertulis dan dibagikan kepada pihak-pihak berkepentingan.

          "Karena tidak transparan, akhirnya ada jarak antara pihak yang punya akses informasi kuat dengan pihak yang akses informasinya lemah," ucapnya.

          Menurutnya, aturan penanaman modal di Indonesia sudah lebih baik dari negara tetangga seperti Thailand dan Filipina. Namun, selalu ada masalah di pelaksanaan.

          "Harus ada komisaris independen atau komite audit. Itu yang belum ada dan akan jadi PR ke depan," tambahnya.

          Dari data yang dimilikinya, per Agustus lalu sudah ada 165 kasus di dunia penanaman modal dari 400 perusahaan yang go public, yang ditangani Bapepam.



Sumber:


Sabtu, 30 April 2016

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


 HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL





Konsep Hak Kekayaan Intelektual
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermanny.

Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya.

Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.

Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights).

Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.

Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.

Pengertian
Istilah hak kekayaan intelektual terdiri dari dua kata, yaitu hak kekayaan dan intelektual.

Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapat perlindungan hukum “orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya”.
Intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan kegiatan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan dan penemuan dibidang teknologi dan jasa.

Jadi, hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari kemampuan berpikir atau sebuah olah pikir yang menghasilkan suatu produk dan proses yang dapat digunakan oleh manusia.

Dalam ilmu hukum hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnya harta benda (zakenrecht) yang mempunyai objek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud bersifat immaterial maka pemilik ha katas kekayaan intelektual pada prinsipnya dapat berbuat apa saja sesuai kehendaknya.

Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan padanan dari Intelectual property right, berdasarkan WIPO, the legal rights which result from intellectusl sctivity in the industrial scientific, literary or artistic fields.

Intellectual property right (IPR) merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industry, kesusasteraan dan seni.

Dalam pasal 7 TRIPS (tread related aspect of intellectual property right) menjabarkan tujuan dari perlindungan dan penegakan HKI sebagai berikut:

Perlindungan dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial  dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Prinsip-Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip Ekonomi
Hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

 

Prinsip keadilan

Didalam menciptakan sebuah karya atau orang yang berkerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.

Prinsip kebudayaan

Perkembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia.

Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa serta negara.

Prinsip
sosial

Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara.

Artinya, hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.


 Tujuan Penerapan HAKI
        Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
  1. Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
  2. Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
  3. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.

Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual

Berdasarkan WIPO Hak kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian:

1.      Hak Cipta (copyrights)
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Normor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dinyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumukan atau memperbanyak ciptaannyaatau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.      Hak Kekayaan Industry (industrial property rights)
Adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Yang mencangkup:
·         Paten (Patent)
·         Desain Industri (Industrial Design)
·         Merek (Trademark)
·         Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
·         Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
·         Rahasia dagang (Trade secret)
·         Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)

Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan hukum terhadap hak kekayaan  intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam:
1.      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.      Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
4.      Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang  Varietas Tanaman
5.      Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6.      Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Syarat Pengajuan Perlindungan sebagai HKI
Syarat pengajuan perlindungan sebagai HKI, meliputi
a.       Prinsip perlindungan otomatis (tanpa pendaftaran)
b.      Perlindungan diberikan selama kerahasiaan terjaga dan tidak di umumkan.



Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
  1. Warganegara Indonesia
  2. Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
  3. Berijazah Sarjana S1
  4. Menguasai Bahasa Inggris
  5. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
  6. Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual


Sumber:
Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H & Advendi Simangunsong, S.H.,M.M 2007 : Hukum Dalam Ekonomi. Penerbit Grasindo Jakarta.