Etika sebagai tinjauan
1.
Definisi
Etika
Pada
era sekarang ini dimana penegakan hukum menjadi jauh lebih kuat, serta keinginan membentuk
masyarakat madani (ciztil society) terus didorong. Maka setiap perusahaan
yang menjalankan bisnisnya diharapkan
mampu menjadi salah satu driven
force dalam mewujudkansemua itu.
Kalangan pebisnis adalah mereka yang selama
ini dianggap memiliki
peran besar dalam mempertemukan keinginan pemerintah (government) dan masyarakat
(public). Jika diibaratkan sebuah piramida maka posisi pemerintah
adalah di atas dan masyarakat adalah di bawah, dengan begitu pebisnis
dengan perusahaan yang dimilikinya adalah menempati posisi di
tengah.
Karena posisnya itu
tugas dan tanggungjawab pebisnis menjadi lebih kompleks terutama
harus menjadi agent of development (agen pembangunan). Artinya
pebisnis memiliki fungsi dalam
mengubah dan membangun
tatanan masyarakat dari yang kehidupan tradisional ke kehidupan modern, dari pemikiran sederhana
ke pemikiran yang lebih kompleks,
terutama merasakan faedah pembangunan tersebut.Termasuk tanggungjawab para
pebisnis mampu menciptakan iklim bisnis yang memiliki nilai-nilai etika dan
bertanggung jawab.
Etika berasal dari kata
yunani ethos, yang dalam bentuk
jamaknya (ta etha) berarti “adat
istiadat” atau “kebiasaan”. Perpanjangan dari adat membangun suatu aturan kuat
di masyarakat, yaitu bagaimana setiap tindak dan tanduk mengikuti
aturan-aturan, dan aturan-aturan tersebut ternyata telah membentuk moral
masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.
Ada
banyak definisi etika yang dikemukakan oleh para ahli, namun semuanya mengacu
pada moralitas. Moralitas suatu masyarakat berkaitan di satu pihak dengan adat
istiadat dan kebiasaan yang telah diterima selaku prilaku yang baik dan yang
buruk oleh masyarakat dan kelompok yang bersangkutan. Sehingga etika dapat
diterjemahkan sebagai bentuk tindakan dengan mendasarkan moral sebagai
ukurannya.
2.
Definisi
Etika Bisnis
Etika bisnis adalah
aturan-aturan yang menegaskan suatu bisnis boleh bertindak dan tidak
boleh bertindak, dimana aturan-aturan tersebut dapat bersumber dari aturan
tertulis maupun aturan yang tidak tertulis.
Dan jika suatu bisnis
melanggar aturan-aturan tersebut maka sangsi akan diterima. Dimana sangsi tersebut
dapat berbentuk langsung maupun
tidak langsung.
3.
Etika
Bisnis dan Tata Kehidupan Manusia
Manusia
memiliki sifat yang cenderung tidak pernah
merasa puas
terhadap apa yang diperoleh sehingga ia selalu merasa kurang dan terus mencari. Bentuk dan keinginan
ini sebagai pencarian manusia untuk
mengubah kehidupan yang dimiliki, terutama mengubah nasib hidup.
Sehingga banyak umat manusia yang bekerja dengan keras untuk mengejar tercapainya
penghidupan yang layak termasuk melupakan norma-norma yang berlaku.Memang
nasib menjadi sesuatu yang sangat terlihat sementara perasaan
sulit untuk dilihat, karena perasaan tersimpan jauh di datam hati.
Semakin keras seseorang
bekerja maka semakin
baik ia mampu
untuk mengubah nasibnya, maka perubahan nasib termasuk dengan melakukan
perubahan karakter. Yaitu dari karakter malas menjadi karakter yang
rajin.
Ini sebagaimana
dikatakan oleh Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana bahwa “Nasib seseorang
mencerminkan karaktemya, dan karakter
seseorang berasal dari kebiasaan dan tingkahlakunya”. Tindakan seseorang ditentukan
oleh pikiranya, sedangkan pikiran seseorang sangat dipengaruhi oleh
perasaan (emosi)-nya dan pada akhirnya
tingkat kematangan emosi/perasaan seseorang akan mencerminkan tingkat
kematangan kesadaran (spiritual) seseorang.”
Dalam diri setiap
manusia memiliki semangat motivasi dan berjuang demi mewujudkan mimpi-mimpi.
Bisnis dianggap sebagai salah satu jalan yang bisa mendorong manusia untuk
mempercepat dalam memperoleh keinginan dan mimpi tersebut. Etika yang berlaku
di tempat dimana bisnis tersebut berada harus dipatuhi terutama jika bisnis
tersebut ingin tetap mempertahankan aktivitasnya.
Menurut McDavid dan
Harari (Jalaluddin Rakhmat, 2001) mengelompokkan empat teori psikologis
dikaitkan dengan konsepsinya tentang manusia, yaitu:
a. Psikoanalisis,
yang melukiskan manusia sebagai makhluk yang digerakkan oleh
keinginan-keinginan terpendam (homo
volensi).
b. Behaviorisme,
yang menganggap manusia yang di gerakkan semuanya oleh lingkungan (homo mechanius).
c. Kognitif,
yang menganggap manusia sebagai makhluk berpikir yang aktif mengorganisasikan
dan mengolah stimulasi yang diterimanya (homo sapiens).
d. Humanisme,
yang melukiskan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi
transaksional dengan lingkturgannya (homo ludens).
Ada
yang beranggapan bahwa manusia memiliki prinsip homo homoni
lupus, yaitu manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Kaidah ini berlaku dari
sisi rasa ambisius manusia untuk meraih keuntungan tanpa
memikirkan nasib orang lain dan lebih mengutama-kan kesenangan bagi dirinya. Dalam konteks ilmu kepemimpinan ini dikenal dengan sikap
otoriter. Sikap otoriter artinya sebuah usaha kuat untuk mencapai sesuatu
secara totalitas dan tidak
pernah puas sebelum ia benar-benar
mendapatkan apa yang diinginkannya.
Karakteristik kepemimpinan bergaya otoriter
ini pernah dimiliki oleh Adolf
Hitler,Firaun, dan beberapa pemimpin otoriter lainnya. Dan kita tahu bagaimana banyaknya
korban jiwa yang timbul akibat sikap otoriter mereka.
Memang fakta dan kenyataan jika perusakan tatanan
kehidupan banyak terjadi di negara berkembang, karena perangkat aturan di
negara berkembang yang belum baik dalam bentuk konsep hingga aplikasi. Salah satu persoalan yang terjadi di negara berkembang
ketika negara tidak mampu sepenuhnya menyediakan dan memeberikan fasilitas yang
mendukung kea rah penciptaan kesejahteraan rakyat.
Persoalan
menjadi semakin rumit pada saat sektor swasta yang melakukan bisnis di sana
semakin tidak terkontrol, dan ekspansi bisnis yang dilakukan semakin
mengindahkan nilai-nilai etika bisnis. Sementara etika bisnis semakin besar dan
para bebisnis tersebut memiliki nilai finansial besar untuk ikut mempengaruhi
jalannya pemerintahan. Sehingga wajar jika kasus dalam pembuatan undang-undang
dan berbagai peraturan lainnya dibuat dengan kurang memperhitungkan rasa
nasionalisme atau kecintaan pada rakyat kecil, namun dibuat lebih pada bentuk memihak
para pengusaha.
Apalagi jika negara
memiliki banyak utang dan
sibuk bekerja bagaimana melunaskan
pinjaman yang sudah jatuh tempo tersebut, termasuk memiliki utang
dalam mata uang asing yang
cenderung bersifat
fluktuatif.
Penafsiran fluktuatif di sini adalah pada saat
mata uang
domestik sering
mengalami kelemahan dibandingkan dengan mata asing, ini dalam konteks nilai tukar,
sementara kewajiban membayar cicilan
dalam bentuk mata uang
asing.
Kasus ini dapat kita
lihat pada ditempatkannya tenaga karyawan kontrak untuk bekerja
di berbagai sektor bisnis. Dimana para karyawan kontrak tersebut dimisalkan
masa kontrak adalah 1 (satu) tahun maka akan diperpanjang lagi
jika pihak manajemen perusahaan merasa menginginkan untuk memperpanjang masa
kontrak tersebut.
Dan sebaliknya jika pihak manajemen perusahaan tidak berkenan lagi maka kontrak tidak akan
diperpanjang lagi. Yang lebih parah lagi termasuk aturan-aturan datam
perjanjian kerja kontrak tersebut tidak dijelaskan tentang uang pesangon
dan berbagai fasilitas jaminan lainnya.
Ini dapat kita lihat
sebagai contoh nyata mengapa pelanggaran etika bisnis bisa
terjadi. Yaitu pada saat negara dengan perangkatnya lemah dalam mengontrol serta
membiarkan perusahaan dengan konsep profit oriented mengambil kesempatan. Yang harus
diingat bahwa kesempatan
tidak akan datang jika peluang itu tidak akan tersedia, dan begitu pula sebaliknya.
Kasus pelanggaran etika
yang merusak tatanan kehidupan juga terlihat pada kasus-kasus lainnya. Seperti
bidang audit, marketing dan human resource,
produksi, dan financial. Kasus auditor independen yang telah terlibat memberikan
advise kepada kantor
perusahaan yang diaudit
temyata telah menyebabkan pencemaran dan turunnya reputasi KAP (Kantor Akuntan
Publik) tersebut di depan public, yaitu karena ia telah bertindak tidak
independen.
4.
Ruang
Lingkup Ilmu Etika Bisnis
Adapun ruang
lingkup yang menjadi pembahasan dalam
bidang ilmu
etika bisnis ini adalah,
a. Tindakan
dan keputusan perusahaan yang dilihat dari segi etika bisnis.
b. Kondisi-kondisi
suatu perusahaan yang dianggap melanggar ketentuan etika bisnis,
dan sangsi-sangsi yang akan diterima akibat perbuatan tersebut.
c. Ukuran yang dipergunakan
oleh suatu perusahaan dalam
bidang etika
bisnis.
d. Peraturan dan ketentuan
datam bidang etika bisnis yang ditetapkan oleh lembaga terkait.
5.
Pemasalahan-permasalahan umum dalam Bidang Etika Bisnis
Ada
beberapa permasalahan umum yang terjadi dalam
bidang etika
bisnis untuk saat ini, yaitu:
a. Pelanggaran
etika bisnis dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti dan paham tentang etika
bisnis.
b. Keputusan
bisnis sering dilakukan dengan mengesampingkan norma-norma dan aturan-aturan
yang berlaku.
c. Keputusan
bisnis dibuat secara sepihak tanpa memperhatikan ketentuan etik yang disahkan
oleh lembaga yang berkompeten termasuk peraturan Negara.
d. Kondisi
dan situasi realita menunjukkan kontrol dari pihak berwenang dalam menegakkan
etika bisnis masih dianggap lemah.
6.
Kasus
dan Solusi
a.
Kasus
Pada
saat perayaan Hari Raya Nyepi yang di rayakan oleh umat beragama Hindu
khususnya masyarakat Bali. Di hari nyepi tersebut diwajibkan pada pemeluk agama
Hindu Bali agar setiap umatnya untuk berada di dalam rumah dan bersifat hening,
termasuk hanya tidak boleh menyalakan lampu kecuali lilin saja dalam bentuk api
yang sangat kecil. Dengan tujuan untuk menghormati hari nyepi tersebut yang
hanya pada hari itu saja.
Peraturan ini juga berlaku bagi setiap wisatawan asing dan domestik yang berkunjung ke Bali, yaitu agar mereka tidak berkeliaran keluar dari Hotel atau tempat penginapan. Dan jika mereka melanggar maka sangsi akan mereka peroleh.
Peraturan ini juga berlaku bagi setiap wisatawan asing dan domestik yang berkunjung ke Bali, yaitu agar mereka tidak berkeliaran keluar dari Hotel atau tempat penginapan. Dan jika mereka melanggar maka sangsi akan mereka peroleh.
Berdasarkan kasus ini
berikan penjelasan anda apa yang harus dilakukan oleh para pebisnis mulai dari
pebisnis hotel, agen travel, dan rumah
makan dalam menanggapi masalah
hari nyepi ini.
b.
Solusi
Adapun solusi yang dapat kita berikan kepada
para pebisnis hotel,
agen travel dan rumah makan/restoran
datam menghadapi Hari Nyepi
ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi.
Para usaha perhotelan
pada Hari Nyepi dapat melakukan penjelasan kepada para tamu khususnya
wisatawan asing dan domestik agar tidak keluar hotel pada Hari Nyepi
tersebut sebagai bentuk penghormatan kepadamasyarakat Bali yang beragama Hindu.Aktivitas yang dilakukan jika itu
sangat diperlukan sebaiknya cukup dilakukan di hotel saja, namun esok hari
mereka dapat kembali ke aktivitas seperti biasa.
Adapun bagi wisatawan atau pihak tertentu yang mendadak
harus berangkat ke Bandara maka pihak agen bavel dapat menjemput
dengan memberi tahu kepada tokoh agama Hindu
di Bali bahwa ini bersifat mendadak atau bersifat urgensi, namun tetap dengan tidak
membunyikan klakson mobil selama dalam perjalanan.
Perilaku Etika Dalam Bisnis
1. Definisi Good Cotporate Governance (GCG)
Istilah
Corporate Governance CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee
tahun 1992 datam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report
(Tjager dkk., 2003). 1) Sebelum kita lebih jauh memahami pengertian
dari Good Corporate Governance
(GCG) perlu kiranya
kita pahami terlebih dahulu pengertian dari Corporate Governance (pengelolaan
perusahaan).
Corporate Governance adalah"refers to a group of people getting
together as one united body with the task and responsibility to direct, control and
role with authority. On a collective
effort this body empowered to regulate, determine,
restrain, urban exercise the authority given
it "josep, 2002).
Pemahaman
Good Corporate Gooernance (GCG) tidak bias dikesampingkan dari shareholding theory. Shareholding teory mengatakan bahwa perusahaan
didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang
saham sebagai akibat dari investasi
yang dilakukannya.
Memang
secara konsep pihak manajemen perusahaan
bekerja untuk memberikan kepuasan kepada para pemegang saham, dan
pemegang saham memiliki otoritas keputusan tinggi datam menentukan
keputusan yang bersifat penting bagi perusahaan.
Definisi
Good Corporate Gouemance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori
stakeholder adalah sebagai berikut
"A set of rule
that define the relationship between
shareholders, managers, creditors, the government,
employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and
responsibilities". (seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham,
manajer, kreditur pemerintah, karyawan,
dan pihak-pihak
yang berkepentingan
lainnya baik internal maupun ekstemal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka).
Sehingga di sini jelas jika Corporate Governance ingin diarahkan untuk menciptakan suatu
bentuk organisasi bisnis yang bertumpu pada aturan-aman manajemen
modern yang profesional
dengan konsep dedikasi
yang jauh lebih bertanggungjawab.
Penafsiran bertanggung jawab dapat diartikan
sebagai keikutsertaan perusahaan secara jauh lebih dalam untuk ikut
berpartisipasi dalam
membangun negara dan bangsa, seperti peran perusahaan sebagai penyedia lapangan
pekerjaan,dan pendukung
penuntasan kemiskinan. Tentunya ini dapat dianggap jika konsep Good Corporate Governance (GCG) benar-benar
dijalankan dengan baik bisa memperingan tugas negara dan memposisikan Perusahaan
sebagai agent of development
(agen pembangunan).
Empat
Prinsip Dasar Good Corporate Governance
Atas pendapat di atas kita dapat
menarik satu pengertian dari Good Corporate Governance (GCG). Good
Corporate Governace (GCC) adalah suatu
bentuk keputusan dengan memposisikan perusahaan secara jauh lebih tertata dan
terstruktur, dengan mekanisme
pekerjaan yang bersifat mematuhi aturan-aturan bisnis yang telah digariskan
serta siap menerima sanksi jika melanggar
2. Good Corporate Governance
(GcG) dan Manajemen perusahaan
Corporate governance adalah suatu
konsep yang memiliki idealisme
untuk mewujudkan tujuan-tujuan pemegang saham. Para pemegang saham menginginkan
keuntungan yang maksimal dalam setiap investasi yang
dilakukan. Namun datam berbagai kasus yang terjadi kadangkala
pihak manajemen perusahaan sering tidak mampu memenuhi keinginan yang
ditargetkan oleh para pemegang saham secara baik.
Persoalan
menjadi bertambah kompleks ketika pihak manajemen perusahaan menguasai
setiap informasi perusahaan secara maksimal, dan mampu mempengaruhi berbagai
keputusan internal perusahaan secara
jauh lebih dominan dibandingkan para pemegang saham. Dan setiap keputusan serta
kebijakan yang dibuat oleh manajemen perusahaan bisa mempengaruhi kinerja
perusahaan, ini bisa berdampak secara
lebih jauh pada pembentukan harga saham di pasar.
Shleifer
dan Vishny, 1997, secara sempit mendefinisikan corporate governance sebagai
pengaturan institusional dengan hal mana penyedia keuangan (supplier of finance) perusahaan yakin
akan mendapatkan pendapatan
yang pantas atas investasinya.
Sedangkan Macey (1998) menjelaskan corporate governance ini sebagai
mekanisme untuk mengontrol
manajemen dari ketidakefisienan mereka atau gagal memaksimumkan nilai.
Blair (1996) memberi definisi yang lebih luas dan lengkap terhadap
corporate governance
ini yaitu satu kesatuan yang menyeluruh
mulai dari pengaturan hukum, budaya dan intitusi sehingga
perusahaan-perusahaan publik dapat bekerja, mengatur siapa yang mengontrol,
bagaimana kontrol dilaksanakan dan bagaimana risiko dan pendapatan
yang diperoleh dari aktivitasnya dialokasikan.
Kedudukan
Komisaris dan Direksi di suatu Perusahaan
Pada gambar dapat kita lihat bahwa
komisaris memiliki kedudukan tertinggi di
suatu organisasi,dan
dengan kata lain komisaris perusahaan adalah pemilik perusahaan. Dan diretur utama serta para
direktur di bawahnya adalah manajemen perusahaan yaitu mereka yang menjalankan
perusahaan artinya para manajemen perusahaan berkerja
untuk memberikan keuntungan yang maksimal kepada para komisaris atau para
pemegang saham.
Dan
lebih jauh komisaris"perusahaan memiliki hak untuk memecat atau
menggantikan direksi dan beberapa posisi penting lainnya di perusahaan
tersebut, dengan catatan jika pihak direksi tidak mampu melaksanakan kinerja
sesuai dengan rencana-rencana yang ditetapkan oleh pihak komisaris perusahaan.
Kondisi seperti ini sering menimbulkan konflik, yaitu konflik antara
manajemen dan komisaris.
Pemisahan
ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan kepentingan antara
pemegang saham (sebagai prinsipal) dengan pihak manajemen sebagai agen {Jensen dan Meckling,
1976).
Salah satu konflik yang memungkinkan
untuk terjadi adalah jika komisaris
perusahaan menginginkan agar pihak manajemen melaksana' kan suatu project
dimana pihak manajemen perusahaan menganggap bahwa rencana project
tersebut adalah Lidak realistis dengan kondisi dan situasi internal perusahaan.
Karena pada prinsipnya yang paling mengetahui tentang kondisi internal suatu
perusahaan adalah pihak manajemen mulai dari kondisi personalia, keuangan,
pemasaran, dan produksi serta berbagai factor eksternal lainnya. Konflik antara
komisaris dan pihak manajemen dikenal dengan agency theory.
3. Agency Theory dan Solusi Memperkecil Timbulnya
Agency Theory
Agency theory (teori keagenan)
merupakan suatu kondisi yang terjadi pada suatu perusahaan dimana pihak
manajemen sebagai pelaksana yang disebut lebih jauh sebagai agen dan pemilik
modal (owner) sebagai principal membangun suatu kontrak kerjasama yang disebut
dengan “nexus of contract”, kontrak kerjasama ini berisi kesepakatan yang
menjelaskan bahwa pihak manajemen perusahaan harus bekerja secara maksimal
untuk memberi kepuasan yang maksimal seperti profit yang tinggi kepada pemilik
modal (owner).
Implikasinya memungkinkan terjadinya
sikap oportunistik (opportunistic behaviour) dikalangan manajemen perushaan
dalam melakukan beberapa tindakan yang sifatnya disengaja, seperti:
· Melaporkan piutang tak
tertagih (bad debt) yang lebih besar dari kenyataan yang sesungguhnya.
· Melaporkan hasil
penjualan dengan peningkatan yang tidak terlalu tinggi.
· Melaporkan kepada pihak principal bahwa dibutuhkan dana dikerjakan jika tidak dibantu maka proyek akan terhenti.
· Melaporkan kepada pihak principal bahwa dibutuhkan dana dikerjakan jika tidak dibantu maka proyek akan terhenti.
· Melakukan income
smoothing, berupa melaporkan pendapatan yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sesungguhnya, namun sesuai dengan maksud serta
keinginan agen (manajemen).
· Membuat laporan
keuangan ganda, yaitu laporan keuangan yang datanya di otak-atik
atau sudah dirubah untuk tujuan tertentu diberikan kepada pihak
komisaris perusahaan namun yang sebenamya
hanya diketahui oleh para petinggi di manajemen perusahaan saja.
· dan seterusnya.
Pihak agen menguasai informasi
secara sangat maksimal (full information) dan di sisi lain
pihak principal
memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power)
atau maksimalitas kekuasaan. Sehingga kedua pihak ini sama-sama memiliki
kepentingan pribadi (self interest) dalam setiap keputusan
yang diambil, salah satu efek yang jauh yang bisa terjadi adalah
perolehan dividen yang rendah yang akan diterima oleh principal karena
faktor permainan yang dilakukan oleh agen.
Praktik
yang dilakukan oleh manajemen (agen) dengan mengabaikan berbagai
pihak seperti para pemegang saham, kreditur (peminjam dana),
pemerintah dan lainnya disebabkan pihak manajemen ingin memperoleh
keuntungan lebih bahkan ingin memindahkan posisinya dari posisi
manajemen (agen) menjadi pemilik (principal).
Ini memungkinkan terjadi pada saat ia telah
memiliki kecukupan dana dan penguasaan
keahlian datam mengelola perusahaan dengan sangat baik sehingga ia
berkeinginan memiliki saham dan menjadi pemilik pada salah satu perusahaan.
Dengan kondisi seperti itu maka
pihak manajemen berusaha secara
maksimal untuk mampu memberikan kinerja yang maksimal kepada para pemegang
saham khususnya pemilik perusahaan yaitu para komisaris
perusahaan.
Karena jika pihak manajemen
perusahaan tidak
mampu memberikan kinerja dalam
bentuk keuntungan yang maksimal
kepada para pemegang saham tersebut maka memungkinkan bagi pihak komisaris
perusahaan untuk mengganti susunan struktur organisasi management
perusahaan, untuk hal komisaris memiliki wewenang besar untuk
melakukannya.
Sehingga secara umum ada dua yang
paling dituntut oleh pihak komisaris perusahaan kepada pihak manajemen perusahaan,
yaitu:
·
Profit yang maksimal
·
Kontinuitas perusahaan
atau keberlanjutan usaha.
Jika
kedua hal ini tidak terpenuhi maka memungkinkan pihak komisaris mengganti
para manajemen perusahaan. Oleh karena itu, maka pihak manajemen
perusahaan berusaha kuat untuk menerapkan berbagai strategi guna
memberi kepuasan kepada para komisaris perusahaan. Dengan profit yang tinggi
maka artinya para pemegang sebaliknya.
Yang tinggi, namun begitu pula
Kondisi
dan keinginan para komisaris perusahaan tersebut sebagai pemegang saham
memberi pengaruh kepada keputusan manajemen
perusahaan datam bekerja, termasuk melakukan berbagai tindakan-tindakan yang
dianggap merugikan perusahaan secara jangka panjang, terutama
investasi jangka panjang. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Michael
A. Hitt, R. Duane Ireland, dan Robert E. Hoskisson, 13) yaitu
"Laba
yang dicapai dengan mengurangi investasi dalam riset dan pengembangan,
misalnya, dapat dikembalikan
kepada para pemegang
saham (oleh karenanya meningkatkan laba
jangka pendek
investasi mereka). Akan tetapi, peningkatan laba
jangka pendek
para pemegang saham dapat secara negative mempengaruhi kemampuan
persaingan perusahaan di masa depan.
Para pemegang saham yang canggih, dengan portofolio beragam, dapat menjual
kepentingan mereka jika suatu perusahaan
gagal melakukan investasi di masa depan. Mereka yang mengambil
keputusan strategis bertanggungjawab atas daya jual perusahaan
baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang".
Kondisi dan penerapan yang dilakukan
oleh para pemegang saham
khususnya komisaris tersebut telah menyebabkan timbuhya risiko yang bersifat jangka
panjang yang suatu saat akan menimpa Perusahaan jika para manajemen perusahaan
tidak cepat dan aktif dalam mengantisipasi secara komprehensif dan sistematis.
Bahkan pihak komisaris
perusahaan beserta para pemegang saham secara tidak langsung telah memberi
kondisi yang tidak begitu menghiraukan kepentingan
yang bukan para stakeholders organisasi dan stakeholder lainnya. Ini
sebagaimana dikatakan oleh Michael A. Hi«, R. DuanE Ireland, dan Robert E.
Hoskisson14) bahwa "kepentingan bukan
Stakeholder organisasional
dan bukan stakeholders pasar modal atas investasi
datam perusahaan terlalu diminimalkan. "
Kondisi yang rentan seperti ini
mampu menjadi bom waktu yang
siap meledak suatu saat. Karena manajemen perusahaan akan melakukan
tindakan-tindakan yang bersifat memaksa agar laba perusahaan meningkat.
Seperti kata pepatah dengan perjalanan waktu yang panjang serta
dukungan pengalaman yang banyak akan membantu seseorang untuk dapat
mengenal lingkungannya secara lebih dalam
Apalagi
jika kita lihat bahwa para pihak manajemen merupakan mereka yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi dan pengalaman kerja yang maksimal sehingga
tindakan kecurangan (Fraud) yang mereka lakukan akan sangat
rapi dan sulit untuk bisa dideteksi dengan sangat cepat. Kondisi ini bisa berdampak pada
penyelesaian dengan tindakan khusus
atau yang biasa disebut dengan agency
cost
Mengenai
biaya keagenan ini Stephen A. Ross, dkk. mengatakan,"Biaya
keagenan langsung dapat memiliki dua bentuk Jenis yang pertama
adalah suatu pengeluaran perusahaan yang pembelian pesawat jet
perusahaan yang mewah dan sebetulnya tidak dalam kategori ini. Jenis
biaya keagenan langsung yang kedua adalah tindakan-tindakan
manajemen.
Sangat tidak bisa dipungkiri jika setiap permasalahan (problem) atau konflik selalu
menimbulkan biaya (cost). Seperti pada konflik antara principal dan agen
menimbulkan informasi yang tidak seimbang
(asymentric information ), namun harus disadari
jika setiap problem memang
harus di atasi, termasuk agency problem tersebut.
Adanya agency problem di atas,
menimbulkan biaya keagenan
(agency cost), yang menurut
Jensen dan Meckling (1976)
terdiri dari
a. The
monitoring expendihlres by the principle. Biaya monitor yang dikeluarkan oleh principal untuk memonitor
prilaku agen temasuk juga
usaha untuk mengendalikan (control)
prilaku agen melalui budge Restriction
dan compensation policies.
b. The
bonding expenditures
by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin
bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan
tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa
prinsipal akan diberi kompensasi
jika ia tidak mengambil
banyak tindakan.
c. Tile
residual loss yang
merupakan penurunan tingkat kesejahteraan Prinsipal maupun
agen setelah adanya agency relationship.
4. Solusi Memperkecil Agency Teory
Atas dasar pendapat di atas maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperkecil timbulnya dan berlakunya agency theory ini, yaitu
Atas dasar pendapat di atas maka ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk memperkecil timbulnya dan berlakunya agency theory ini, yaitu
a. Pihak
komisaris harus melihat posisi manajemen perusahaan sebagai pihak yang memiliki peran
besar datam menjaga dan mempertahan.kan berlangsungnya perusahaan secara jangka
panjang (long term).
b. Pihak
komisaris perusahaan datam melihat posisi manajemen perusahaan bukan dalam konteks pekerja atau
pelaksana tugas namun
sebagai mitra bisnis, datam artian setiap beratnya masalah harus dibagi bersama
dan dipecahkan bersama.
c. Pihak komisaris
perusahaan dalam
mendengar informasi dan analisa dari
pihak komisaris independen harus melakukan kaji ulang secara intensif ebagai bentuk
tanggungjawab jika keputusan nanti diambil bukan berarti adalah
rekomendasi 100 persen dari pihak komisaris independen.
d. Pihak manajemen perusahaan
harus membangun dan memiliki semangat
serta. Ioyalitas tinggi kepada perusahaan.
Dan dalam artian maju mundumya
perusahaan memilki,
pengaruh pada maju mundumya tingkat kesejahteraan para
manajemen perusahaan.
Walaupun perusahaan dikendalikan
oleh pemegang saham, namun
pemegang saham tidak dengan mudah memonitor kinerja manajemen andaikata pemegang
saham adak memiliki informasi
yang memadai
terhadap karakteristik industrial dan perusahaan sebagaimana yang dimiliki
manajemen.
5. Etika Bisnis dan Konsep Good Corporate Governance (GCG)
Pada saat ini salah satu aturan yang
terjelaskan secara. Tegas bahwa
suatu perusahaan yang ingin atau berkeinginan untuk go public adalah perusahaan
tersebut harus memiliki konsep serta meng-aplikasikan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance
(GCG). Penegasan ini
menjadi jelas
pada saat melihat bagaimana beberapa perusaha atas sebelumnya yang dianggap bermasalah di
pasar modal (capital marliet) karena
kinerja perusahaan rendah atau bermasalah. Dan salah satu faktor penyebab
rendahnya kinerja tersebut disebabkan tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG secara
tegas.
Pasar modal berkeinginan untuk
mewujudkan terbentuknya pasar
modal yang memiliki reputasi tinggi agar diminati
oleh para investor,
baik investor domestik maupun luar negeri. Sehingga setiap perusahaan yang
berkeinginan untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal diharuskan
mematuhi aturan-aturan yans ketat, termasuk memahami prinsip-prinsip
Good Corporate Governance
(GCG) secara maksimal.
Ada beberapa alasan yang
mengharuskan perusahaan- perusahaan
menerima konsep Good Corporate Gouerrzance (GCG) untuk diterapkan, yaitu:
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia untuk selanjutya disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan GCG dalam rangka:
a. Mendorong tercapainya
kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
b. Mendorong pemberdayaan
fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu Dewan
Kornisaris, Direksi dan Rapat Umum
Pemegang saham.
c. Mendorong pemegang saham,
anggota Dewan Komisaris anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi
oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan
terhadap peraturan
perundang-undangan.
d. Mendorong timbulnya
kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan] terutama di sekitar
perusahaan.
e. Mengoptimalkan nilai
perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan pemangku kepentingan lainnya,
f. Meningkatkan daya saing
perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat
mendorong arus investasi pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
6. Good Corporate Governance
dalam
Konteks Bisnis Masa Depan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
dimengerti jika penerapan Good
Corporate Governance
(GCG) bukan sebuah syarat lagi namun sudah kebutuhan pokok untuk
harus dilaksanakan.
Dari hasil penelitian menyebutkan jika
perusahaan multinational lebih bersungguhungguh menerapkan GCG dibandingkan
dengan perusahaan domestic. Keinginan mereka menerapkan GCG adalah bmtuk dari
usaha mereka
menghargai tata konsep bisnis modern.
Karena bisnis tidak lagi bisa
dijalankan secara konvensional seperti dahulu, yaitu pemilik (owners) memiliki kekuasaan
yang begitu tinggi dan dengan mudah memerintah serta memecat setiap agent
yang d ianggap tidak bias bekerja
dengan baik. Sifat arogansi ini secara nilai-nilai etika bisnis menjadi salah, karena
keputusan yang arogan dianggap tidak mengedepankan etika bisnis namun lebih
mengedepankan keinginan untuk
meraih keuntungan semata atau profit.
Padahal profit datam bisnis bukan
satu-satunya tujuan, ada tujuan
lain yaitu keinginan untuk memberikan karya bagi pembangunan bangsa. Karena dengan
mendirikan perusahaan dan bisa membuka lapangan pekerjaan maka sesungguhnya
pihak prinsipal telah bekerja untuk
memperkecil jumlah angka pengangguran. Inilah yang disebut dengan konsep bisnis modem yang
lebih beretika.
7. Pemasakahan yang Timbul dalam Penerapan Good
Corporate Governance (GCG)
Ada beberapa permasalahan umum yang
dihadapi dalam penerapan Good
Corporate Goverance (GCG), yaitu:
a. Pemahaman
tentang konsep Good Corporate Goverrnance
(GCG) pada beberapa manajer di Indonesia masih kurang. Sering mereka memahami konsep Good Corporate Governance (GCG) secara
general dan
tidak spesifik, terutama berdasarkan bentuk orsanisasi bisnis yang dijalankan.
b. Sebagian
pihak menganggap konsep Good Corporate Govemance
(GCG) dianggap sebagai penghambat
berbagai keputusan perusahaan karena perusahaan tidak lagi bisa leluasa dalam mengambil keputusan
khususnya harus patuh pada aturan GCG.
c. Aparat
penegak hukum harus dibekali konsep pemahaman Good Corporate
Governance (GcG) secara tuas
termasuk adanya jurnal buku teks yang menjelaskan secara khusus tentang GCG dalam
konteks perspektif Indonesia.
d. Menurut
Herwidayatmo (2000), praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan
konsep GCG dapat dikelompokkan menjadi;
1) Adanya
konsentrasi kepemilikan oleh pihak tertentu yang memungkinkan terjadinya
hubungan afiliasi antara pemilik, pengawas, dan direktur perusahaan.
2) Tidak
efektifnya dewan komisaris.
3) Lemahnya
law enforcement.
8. Kasus dan Solusi
a.
Kasus
Fakta yang sering terjadi dan dukungan teori telah menielasankan bahwa hubungan antara
komisaris dan manajemen perusahaan
memiliki potensi timbulnya benih-benih konflik. Ini terjadi diantaranya karena
komisaris sering mengharapkan agar pihak manajemen memenuhi target perolehan
keuntungan yang dipersyaratkan.
Sementara seringkali syarat perolehan
target tersebut di luar kemampuan
pihak manajemen perusahaan. Analisa pihak manajemen perusahaan sering
melihat pada kondisi realistis yang terjadi
di lapangan
berdasarkan kondisi dan situasi yang berlangsung, seperti kondisi mikro dan makro
ekonomi baik domestik dan intemasionat.
Namun pihak komisaris perlu
memperoleh target keuntungan yang dipersyaratkan
tersebut, dengan alasan membutuhkan keuntungan untuk mempergunakan
pada investasi di tempat yang lain yang memiliki nilai profitable.
Profitable
artinya memungkinkan untuk memperoleh
keuntungan yang terus semakin meningkat setiap waktunya Realita
seperti ini menyebabkan pihak manajemen melakukan pekerjaan yang ekstra
keras atau bckerja di bawah tekanan (under' pressurre), apalagi itu
menyangkut citranya di mata publik sebagai manajer yang professional.
Kondisi ini lebih jauh telah
menyebabkan manajer
perusahaan bekerja tidak atas dasar keputusan dan mekanisme bisnis yang independent
namun pada konsep dan persyaratan dari komisaris. Dan komisaris bisa saja
menggantikan manajer perusahaan dengan
orang lain jika target keuntungannya tidak tercapai sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Dalam kasus seperti ini bagaimana anda
melihatnya dalam konteks etika bisnis
dan hubungan dengan GCG serta apa bentuk risiko yang akan diterima oleh
perusahaan nantinya. Karena memungkinkan pihak manajemen
perusahaan menaikkan risiko perusahaan secara lebih tinggi datam setiap
keputusan bisnisnya. Maka jabarkan kasus ini secara sistematis serla
berikan solusinya.
b.
Solusi
Pada kasus seperti di atas memang
memperlihatkan sikap komisaris
perusahaan yang begitu arogan datam mengambil keputusan. Dan keputusan yang
sangat ditekankan pada profit, padahal profit bukan semata-mata yang
harus dipertahankan. Namun ada yang lain yang jauh lebih penting yaitu keberlanjutan
usaha. Karena ini menyangkut
dengan sejumlah dana yang telah ditempatkan dan harus aman selama beberapa
waktu hingga teadinya breakeven
point (BEP) atau
pulang pokok. Hitungan BEP tersebut bisa saja 5 5/d 8 tahun atau bahkan lebih dari itu.
Sehingga keputusan menekan atau
menerapkan under pressure secara berlebihan kepada manajemen pertrsahaan
menjadi lidak tepat, dan itu melanggar nilai-nilai etika bisnis. Ada berbagai
bentuk risiko yang bisa timbul sepera kecurangan yang akan dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan
dengan memalsukan data laporan keuangan. Dalam bentuk melaporkan
keuntungan yang tinggi dan mengubah berbagai informasi lainnya, dimana
semuanya ini bertujuan mengelabui pihak
komisaris perusahaan.
Risiko lain yang bisa timbul bisa
saja pihak manajemen Perusahaan
seperti direktur berfikir untuk keluar dari perusahaan sewaktu-waktu. Dan jika
ia keluar selanjumya masuk ke perusahaan Pesaing maka berbagai
suategi yang telah diterapkan dan dipelajari selama ini pada perusahaan
tersebut pasi akan dijial ke perushaan pesaing. Oleh karena itu, pemahaman
tentang konsep GCG tidak boleh dilihat setengah-setengah namun harus dilihat
secara komplek.
Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi
Ringkasan Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia
Prinsip
Pertama-Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya
sebagai professional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
1. Sebagai
professional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
professional mereka.
Prinsip
Kedua-Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
1. Satu
ciri utama dari suata profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, dimana public dari
profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis, keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memlihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib.
2. Profesi
akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus
menerus memberikan jasa yang unik pada tingkat yang menunjukkan bahwa
kepercayaan masyarakat dipegang teguh.
3. Dalam
memenuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang
saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Mereka
yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi
tanggung-jawabnya dengan integritas, obyektvitas, keseksamaan, professional dan
kepentingan untuk melayani publik.
5. Semua
anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan public.
6. Tanggung-jawab
seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual
atau pemberi kerja.
Prinsip
Ketiga-Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan public, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
1. Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan professional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
2. Integritas
mengharuskan seorang anggota antara lain untuk bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.
3. Integritas
diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil.
4. Integritas
juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan
kehati-hatian professional.
Prinsip
Keempat-Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
1. Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual , tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
2. Anggota
bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
3. Dalam
menghadapi situasi dan praktik secara spesifik berhubungan dengan aturan etika
sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan
terhadap factor-faktor berikut:
a. Adakalanya
anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya.
b. Tidak
praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi dimana tekanan-tekanan
ini mungkin terjadi.
c. Hubungan-hubungan
yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar
obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota
memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terlibat dalam
pemberian jasa professional mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota
tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
pantas terhadap pertimbangan professional mereka atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengan mereka.
Prinsip Kelima-Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
muthakir.
1.
Kehati-hatian professional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan.
2. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
3. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan
pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan
jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
4. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan
publik.
5. Kehati-hatian
professional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara
seksama setiap kegiatan professional yang menjadi tanggung- jawabnya.
Prinsip
Keenam-Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
1. Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa professional yang diberikannya.
2. Kerahasiaan
harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau
terdapat kewajiban legal atau professional untuk mengungkapkan informasi.
3. Anggota
mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan
orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan.
4. Kerahasiaan
tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi.
5. Anggota
yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak
boleh mengungkapannya ke publik.
6. Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi
diperoleh selama melakukan jasa professional dapat atau perlu diungkapkan.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
1. Kewajiban
untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendeskeditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan- Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar professional yang relavan.
1. Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, Internal Federation of Accountants,
badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relavan.